"Jadilah kamu orang yang mengajar, atau belajar, atau pendengar, atau pecinta (ilmu) dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima (tidak mengajar, belajar dan tidak cinta ilmu), maka kamu akan hancur."
(Hadits Riwayat Baihaqi)
Home » , , » JANGAN su'udzon (buruk sangka) kepada Allah

JANGAN su'udzon (buruk sangka) kepada Allah

“Barang siapa yang mengira lenyapnya kasih sayang Allah dari ketetapan (Qodar) Allah, maka yang seperti ini adalah karena dangkalnya pandangan iman.” 


Menduga duga tentang pemberian Allah, terutama berburuk sangka kepada-Nya atas nikmat nikmat-Nya adalah perbuatan dosa. Seorang hamba dilarang menduga bahwa Allah telah mengurangi kasih sayang dan pemberian-Nya  karena sesuatu bencana yang sedang dialami oleh si hamba.

Seorang hamba hendaklah dapat merasakan pemberian Allah sebagai anugerah, maka ia pun harus dapat merasakan percobaan dari Allah itu juga suatu anugerah kasih sayang dari Allah Swt. Hikmahnya seorang hamba dalam keadaan kesusahan, atau sedang tertimpa bencana, ia akan bertambah dekat kepada Allah Swt. Dengan dekatnya si hamba kepada-Nya, maka akan berlimpahlah kasih sayang kepada si hamba. Itulah anugerah yang tak ada taranya. Orang yang keimanannya tebal, akan menerima setiap bencana, selain sebagai ujian atas keimanan, termasuk Allah menunjukkan kasih sayang dan rahmat-Nya  kepada si hamba, sebagai bukti Allah adalah Robbun (pengasuh, pendidik) bagi alam semesta dan seluruh makhluk-Nya. Nabi Muhammad Saw dalam hal ini bersabda, “Allah Ta’ala menguji seorang hamba dengan bencana.  Apabila si hamba sabar menerima, maka ia termasuk pilihan. Apabila ia ridho menerima, maka ia termasuk orang istimewa.”


Seperti diterangkan pula dalam hadits sahabat Abi Huroiroh bahwa Nabi Saw bersabda, “Tiada apapun yang menimpa seorang Mukmin berupa bencana dan menderita kesusahan, kecuali semua itu menjadi sebab untuk menghilangkan dosa dosanya.” (HR Bukhori dan Muslim). Sahabat Ibnu Mas’ud juga meriwayatkan dari hadits lain, ia menyebut, Bahwasanya tiada seorang muslim pun yang tertimpa kerusakan dan penyakit, atau bencana yang lebih ringan lagi, kecuali Allah Ta’ala akan menggugurkan dosa dosanya, bagaikan gugurnya daun dari dahan pohon.”


Manusia sebagai hamba Allah dalam menjalankan hidupnya di dunia ini hendaklah jauh dari prasangka jelek kepada Allah, agar jiwanya tidak risau dan tertimpa penyakit yang dapat menegangkan syaraf. Ia harus berprasangka baik (Husnudzon) kepada Maha Pencipta. Ia harus penuh keyakinan bahwa Allah Ta’ala Maha Adil dan Maha Pemelihara. Allah telah
membagi rahmat-Nya kepada manusia sesuai dengan rencana Allah.


Tidak ada kebaikan yang telah dilaksanakan oleh manusia kecuali sebelumnya telah melalui ujian. Demikian juga tiada bencana yang menimpa manusia kecuali itu pun sebagai ujian. Barangsiapa yang melalui ujian Allah, maka ia berada di jalan Allah. Ia sedang berada di medan jihad. Allah ta’ala sangat menyenangi seorang hamba yang ridho menerima ujian dan cobaan serta menang dalam medan jihad. Allah mencintai dan meridhoi hamba tersebut.
Rahmat Allah yang diberikan untuk manusia bisa terjadi di dunia ini juga, dan bisa pula di tunda di akhirat. Itu akan menunjukkan kehebatan dan kekuasaan-Nya kepada manusia, bersamaan dengan itu pula Allah menunjukkan kasih sayang dan keadilan-Nya.


Ummul Mukminin Sayidah Aisya ra. meriwayatkan pula sabda junjungan Rosulullah Saw, “Barangsiapa diuji dengan beberapa kesulitan, dan ia dapat mengatasi kesulitan itu dengan ketabahan dan menerimanya dengan ikhlas, tertulis baginya di sisi Allah dengan derajat yang mulia dan dihapus dosa dosanya.”  Seorang muslim yang sholeh tidak boleh mengira dan berprasangka bahwa Allah tidak memperhatikan lagi dirinya. Karena perkiraan seperti ini adalah pandangan yang sempit dan dangkal. Seorang muslim memandang Allah tidak semata mata dari segi pemberian Allah yang jelas dan dirasakan dengan alam jasmani, akan tetapi ia harus melihat pemberian Allah dari sisi yang lain yang tidak dapat dilihat dan dinyatakan dengan mata kepala.


Ia harus melihat pemberian Allah dengan mata rohani, sehingga mampu merasakan kekayaan rohani yang dimilikinya itu adalah pemberian Allah. Keselamatan, kesehatan, ketenangan, keyakinan iman dan banyak lagi lainnya adalah kekayaan rohani yang sangat mahal harganya. Allah Ta’ala tidak pernah melupakan hamba hamba-Nya, manusialah yang lupa kepada-Nya. Karena sedikit sekali manusia yang bersyukur kepada pencipta-Nya.




Narasumber : Mutumanikam dari kitab “Al-Hikam”

Thanks for reading & sharing Subhanallah

Previous
« Prev Post

Total Pengunjung Laman

Origins Truth. Diberdayakan oleh Blogger.